Ada yang tak pernah kenal daun Sirih…? Wow….ini mengejutkan saya.
Sirih sangat popular di Indonesia, bahkan para leluhur menganggap daun itu sangat bermartabat. Prosesi kerajaan ketika menyambut tamunya menggunakan racikan daun itu untuk penghormatan. Lalu ketika mempelai pengantin mau bertemu pun melalui prosesi saling melempar sirih.
Saya suka sirih. Masih teenager dulu saya suka menginang bersama ibu-ibu tua di pinggir sawah. Hampir seminggu sekali saya melakukan itu. Dan gigi saya masih bagus sampai sekarang. Racikan kinang saya tanpa kapur. Ibu saya melarang memakai kapur yang disebutnya ‘injet’. Entah mengapa. Padahal injet itu mengandung kalsium. Masih ingat racikan kinang saya, daun sirih urutan ke tiga dari pucuk, secuil setengah kuku kelingking gambir, pinang sebesar sama dengan gambir, lalu digulung lipat kecil. Saya kunyah terus sambil sesekali meludah karena salivasi. Ludah saya menjadi merah membara hingga akhirnya merah tua hampir hitam. Karena terlalu sedikit racikannya, maka sulit bagi saya mempertahankan remukan sirih itu di mulut. Mereka saling berebut keluar ketika saya meludah.
Akhirnya toh saya buang semua bubur kinang itu dari mulut saya sesaat warna merah hitam itu telah terjadi. Lalu biasanya ibu-ibu tua itu membersihkan serpihannya dengan segumpal tembakau rajang, menggosok-gosokkan di gigi dan gusi. Saya tak mau itu. Jadi saya hanya berkumur banyak.
Paling saya suka, warna merah di dalam mulut saya, lidah hingga bibir! Jadi saya sering menginang ketika mau berangkat les sore hari, supaya teman-teman tahu kalau saya suka menginang. Rasanya keren waktu itu bisa menginang seperti ibu-ibu tua karena pasti teman-teman tidak suka itu. Jadi ingat tattoo. Orang suka tattoo, merasa keren karena orang lain tidak berani melakukan.
Dulu, saya juga sesekali minum jamu gendong racikan sirih kunir. Sampai Ibu melarang saya lagi. Ibu hanya menyarankan saya minum kunir asam saja tanpa sirih. Waktu itu saya tidak peduli apa alasannya, hanya saya pernah mendengar Ibu bilang ke mbok jamu, “ Masih perawan”. Menepis tanda tanya. Hehe…
Sekarang, setelah mengenal sirih lebih jauh, saya paham bahwa banyak hal yang dilakukan secara keliru untuk sirih. Keliru cara meraciknya dan keliru memakainya.
Menurut kandunganya, sirih sebagian besar mengandung minyak atsiri. Tengok di wikipedia, “Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur.”
Sirih populernya selain untuk menginang, secara empiris digunakan untuk membersihkan vagina. Sementara ilmu yang saya dapat selama kuliah, kandungan dalam sirih yang terkenal adalah phenol betle (cavicol, cavibetol, carvacrol, eogenol dan alliphyrocathecol) bekerja menghambat pertumbuhan kuman, terutama Candida albicans, yang kalau dia bercokol di vagina menyebabkan keputihan, kalau di mulut menyebabkan sariawan.
Sirih menjadi lebih bersifat antiseptik bahkan cenderung desinfektan karena kandungan golongan alkohol dan fenolnya. Jadi sangat tidak saya anjurkan menggunakan sirih dengan cara diminum karena fungsi desinfektannya cenderung merusak jaringan hidup.
Untuk membunuh pertumbuhan Candida albicans, sirih dapat digunakan dalam bentuk dekok atau infusum. Kalau di vagina untuk rendam duduk atau membasuh, kalau di mulut untuk kumur. Saya akan berbagi cara membuat dekok untuk sirih. Tanpa bisa menyebut konsentrasi kandungannya, saya melakukan dengan komposisi berdasarkan empiris.
Dekokta atau cara membuat dekok: Rebus air satu liter hingga mendidih.
Daun sirih nomor 2-3 dari pucuk sebanyak sepuluh lembar, dicuci bersih.
Masukkan daun sirih ke dalam air panas, rendam selama minimal 15 menit. Lalu angkat daun sirih. Saring larutan (air hasil rendaman daun sirih) dengan menggunakan kain kasa atau kain tipis putih.
Untuk rendam duduk sebaiknya dilakukan ketika air rendaman masih hangat. Bahkan untuk kumur-kumur pun saya anjurkan ketika air masih hangat. Dan jangan ditelan!
Saya bahkan sering mengunyah langsung daun sirih untuk mematikan Candida albicans di mulut atau sariawan. Saya kenakan langsung di tempat sariawanya. Rasa perihnya benar-benar menyengat dan lambat laun terasa nikmat. Sesaat kemudian area sekitar sariawan itu terasa bebal dan tebal dan mulai lemas tidak sakit lagi. Hari berikutnya sariawan itu mulai mengecil lalu hilang. Tapi saya lebih suka menginsisi si Candida dengan cara menyikatnya dengan pasta gigi hingga lepas berdarah, agar segera terbentuk sel-sel baru menutupi lukanya. Cara ini yang paling ampuh dan efektif menghilangkan sariawan bagi saya.
Jadi untuk segala tujuan pengobatan dengan sirih, saya menganjurkan hanya untuk pemakaian luar, bukan untuk jamu diminum, apalagi jika cara membuat jamunya dengan menumbuk sirih lalu diperas dan dicampurkan dengan kunyit. Oh…jangan!
AJ. Boesra
posted 03.00am
Betulkah sirih juga bisa dipakai mengompres mata yang iritasi?
BalasHapusSebetulnya kandungan bahan aktif sirih bagus untuk membunuh kuman, termasuk kasus iritasi karena kuman. Namun karena semua preparat untuk mata yang berhubungan langsung dengan bola mata harus masuk kriteria steril, maka tidak dianjurkan kalau untuk mencuci mata. Kalau mengompresnya hanya di kulit luar kelopak mata masih boleh asal tidak sampai masuk ke mata. Nanti iiritasi nya parah bukan karena sirihnya tapi karena air yang digunakan tidak steril....
BalasHapusHow many wonderful and creative works you do Aj, it is reaaly difficult to say this or tha are my fav, golden hands a nd golden wings my friend
BalasHapusthanks for your comment on my post for Fall
hugs
Susanna