Selasa, 23 Januari 2018

Seni Sulam Bukittinggi - Rohana Kudus

Rohana Kudus adalah jurnalis perempuan yang berani mengumpulkan perempuan-perempuan di kampungnya untuk mencipta karya-karya adi.

Rendo Kotogadang, penciptaan perempuan Bukittinggi.



Para perempuan Bukittinggi mencipta bersama.

Mereka lebih banyak menggunakan teknik tusuk padat panjang pendek
(satin stitch long and short) untuk motif suji cairnya.

Selendang Kotogadang Bukittinggi dengan rendo yang mewah itu.


Seni Sulam Sumatera Barat 2

Masih Sulam Pande Sikek

Kali ini saya bergeser sedikit dari toko sebelah. 
Ada pencipta sulam di Pande Sikek bernama Fatimah Sayuthi, saya datang ke sana dan bertemu dengan anak lakinya.

Di tempat ini saya menemukan kolaborasi yang sangat indah antara seni sulam dan seni tenun yang telah diwariskan oleh Fatimah Sayuthi kepada anak-anaknya. Hasil penciptaan itu masih pula dilengkapi dengan rendo emas Bukittinggi yang mewah. Hemmm... tak sebanding dengan kemewahannya, harga yang diberikan sangat murah! Serius.

 Ciri khas suji cair pada motif bunga masih menjadi perhatian saya. Saya menemukan tekniknya bervariasi, antara kepalo samek (colonial atau french knot) dan tusuk padat (satin stitch).

Gulungan tenun bersulam, kekayaan Pande Sikek.
Cara menyimpan kain tenun bersulam mereka dengan cara digulung.
Bagian bagusnya diletakkan di dalam.

Yang saya pegang ini adalah kain bersulam bukan tenun.


Saya menyukai kain khas yang berwarna merah,
apalagi ini-selendang merah bersulam dengan rendo Bukittinggi pada  kedua tepi ujungnya.


Sendal-sendal bersulam, tekniknya paling disuka oleh pencipta adalah kepalo samek.




Senin, 22 Januari 2018

Seni Sulam di Sumatera Barat

Haloo.... !

Ketika saya mencari tahu tentang seni sulam di Sumatera Barat, tentu kota pertama yang saya tuju adalah Padang. Ternyata sebagian banyak kota atau desa di Sumatera Barat menghasilkan seni sulam yang masing-masing punya khas.

Pernah dengan sulam Suji Cair? Ini ciri khas seni sulam di Sumatera Barat. Suji Cair itu teknik menyulam bentuk bunga dengan warna yang bergradasi. Tekniknya ada beberapa macam, bisa dengan satin stich atau tusuk padat, dan yang lainnya dengan tusuk kepalo samek.

Kita lihat sulaman yang dihasilkan di nagari Pande Sikek, Tanah Datar.

Motif suji cair dengan tenik padat atau satin stitch.
Motif bunga dengan teknik sulam bayang atau herringbone terbalik.
Motif suji cair dengan teknik anyaman atau needle weaving. 
Lagi menata untuk difoto.

Sulam bayang ini sebenarnya adalah bagian yang buruk dari herringbone stitch


Selendang sulam Pande Sikek.
Selendang sulam Pande Sikek

Bunga Dahlia dengan motif suji cair dari tusuk padat panjang pendek atau satin stitch.
Pada tepinya digarisi dengan benang warna emas dengan cara dikaitkan atau couching 
Selendang-selendang sulam dari Pande Sikek.





Ornamen dengan tusuk simpul atau colonial knot.
    



Minggu, 21 Januari 2018

Menyulam Benang Metalik


Menyulam dengan benang metalik yang licin cukup menyita perhatian agar ketika membuat satu tusuk tidak tergelincir. Saya menyukai jenis benang ini, karena menampilkan sulaman menjadi elegan dan mewah. Cara yang paling mudah untuk penyulam pemula adalah dengan teknik 'kait' atau  couching. Cara ini menjadikan sulaman aman tidak rusak ketika ditarik pun cepat selesai.



Benang metalik berwarna emas.
Teknik detached-chain stich dan couching.

Cara mengaitkan yang sangat mudah.

Add caption
Bagaimanapun, menyulam adalah kegiatan yang rileks dan menyenangkan. Cari kursi atau sofa yang nyaman lalu mulailah dengan hati senang...

Selasa, 13 September 2011

Sirih...



Ada yang tak pernah kenal daun Sirih…? Wow….ini mengejutkan saya. 
Sirih sangat popular di Indonesia, bahkan para leluhur menganggap daun itu sangat bermartabat. Prosesi kerajaan ketika menyambut tamunya menggunakan racikan daun itu untuk penghormatan. Lalu ketika mempelai pengantin mau bertemu pun melalui prosesi saling melempar sirih. 


Saya suka sirih. Masih teenager dulu saya suka menginang bersama ibu-ibu tua di pinggir sawah. Hampir seminggu sekali saya melakukan itu. Dan gigi saya masih bagus sampai sekarang. Racikan kinang saya tanpa kapur. Ibu saya melarang memakai kapur yang disebutnya ‘injet’. Entah mengapa. Padahal injet itu mengandung kalsium. Masih ingat racikan kinang saya, daun sirih urutan ke tiga dari pucuk, secuil setengah kuku kelingking gambir, pinang sebesar sama dengan gambir, lalu digulung lipat kecil. Saya kunyah terus sambil sesekali meludah karena salivasi. Ludah saya menjadi merah membara hingga akhirnya merah tua hampir hitam. Karena terlalu sedikit racikannya, maka sulit bagi saya mempertahankan remukan sirih itu di mulut. Mereka saling berebut keluar ketika saya meludah.


Akhirnya toh saya buang semua bubur kinang itu dari mulut saya sesaat warna merah hitam itu telah terjadi. Lalu biasanya ibu-ibu tua itu membersihkan serpihannya dengan segumpal tembakau rajang, menggosok-gosokkan di gigi dan gusi. Saya tak mau itu. Jadi saya hanya berkumur banyak.


Paling saya suka, warna merah di dalam mulut saya, lidah hingga bibir! Jadi saya sering menginang ketika mau berangkat les sore hari, supaya teman-teman tahu kalau saya suka menginang. Rasanya keren waktu itu bisa menginang seperti ibu-ibu tua karena pasti teman-teman tidak suka itu. Jadi ingat tattoo. Orang suka tattoo, merasa keren karena orang lain tidak berani melakukan.

Dulu, saya juga sesekali minum jamu gendong racikan sirih kunir. Sampai Ibu melarang saya lagi. Ibu hanya menyarankan saya minum kunir asam saja tanpa sirih. Waktu itu saya tidak peduli apa alasannya, hanya saya pernah mendengar  Ibu bilang ke mbok jamu, “ Masih perawan”. Menepis tanda tanya. Hehe…


Sekarang, setelah mengenal sirih lebih jauh, saya paham bahwa banyak hal yang dilakukan secara keliru untuk sirih. Keliru cara meraciknya dan keliru memakainya.


Menurut kandunganya, sirih sebagian besar mengandung minyak atsiri. Tengok di wikipedia, “Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur.”


Sirih populernya selain untuk menginang, secara empiris digunakan untuk membersihkan vagina. Sementara ilmu yang saya dapat selama kuliah, kandungan dalam sirih yang terkenal adalah phenol betle (cavicol, cavibetol, carvacrol, eogenol dan alliphyrocathecol) bekerja menghambat pertumbuhan kuman, terutama Candida albicans, yang kalau dia bercokol di vagina menyebabkan keputihan, kalau di mulut menyebabkan sariawan.


Sirih menjadi lebih bersifat antiseptik bahkan cenderung desinfektan karena kandungan golongan alkohol dan fenolnya. Jadi sangat tidak saya anjurkan menggunakan sirih dengan cara diminum karena fungsi desinfektannya cenderung merusak jaringan hidup.

Untuk membunuh pertumbuhan Candida albicans, sirih dapat digunakan dalam bentuk dekok atau infusum. Kalau di vagina untuk rendam duduk atau membasuh, kalau di mulut untuk kumur. Saya akan berbagi cara membuat dekok untuk sirih. Tanpa bisa menyebut konsentrasi kandungannya, saya melakukan dengan komposisi berdasarkan empiris.

Dekokta atau cara membuat dekok:  Rebus air satu liter hingga mendidih.
Daun sirih nomor 2-3 dari pucuk sebanyak sepuluh lembar, dicuci bersih.
Masukkan daun sirih ke dalam air panas, rendam selama minimal 15 menit. Lalu angkat daun sirih. Saring larutan (air hasil rendaman daun sirih) dengan menggunakan kain kasa atau kain tipis putih.


Untuk rendam duduk sebaiknya dilakukan ketika air rendaman masih hangat. Bahkan untuk kumur-kumur pun saya anjurkan ketika air masih hangat. Dan jangan ditelan!


Saya bahkan sering mengunyah langsung daun sirih untuk mematikan Candida albicans di mulut atau sariawan. Saya kenakan langsung di tempat sariawanya. Rasa perihnya benar-benar menyengat dan lambat laun terasa nikmat. Sesaat kemudian area sekitar sariawan itu terasa bebal dan tebal dan mulai lemas tidak sakit lagi. Hari berikutnya sariawan itu mulai mengecil lalu hilang. Tapi saya lebih suka menginsisi si Candida dengan cara menyikatnya dengan pasta gigi hingga lepas berdarah, agar segera terbentuk sel-sel baru menutupi lukanya. Cara ini yang paling ampuh dan efektif menghilangkan sariawan bagi saya.


Jadi untuk segala tujuan pengobatan dengan sirih, saya menganjurkan hanya untuk pemakaian luar, bukan untuk jamu diminum, apalagi jika cara membuat jamunya dengan menumbuk sirih lalu diperas dan dicampurkan dengan kunyit. Oh…jangan!






AJ. Boesra





posted 03.00am

Rabu, 01 Juni 2011

MOTIVASI dan MOTIVATOR

Apakah Anda perlu motivator dalam hidup?
Saya sering menjumpai dalam facebook akun saya, teman-teman memasang kata-kata dari sang motivator pilihannya. Lumayan sering saya lihat meski hanya beberapa teman saja. Mungkin kehadiran motivator ini lumayan perlu bagi seseorang atau bisa jadi sangat perlu.

Motivator, sebenarnya orang biasa yang mau memahami dan membaca apa yang terjadi pada dirinya, apa yang sedang atau telah dialaminya, bahkan apa yang dialami oleh orang lain. Kata-kata kalbunya senantiasa diasah untuk bisa mengungkapkan padanan kata bijak yang sangat sesuai dengan situasi tersebut lalu dirangkai dengan peristiwa lain yang bisa menjadi solusi. Kata-kata itu dimampatkan menjadi kalimat yang padat. Menjadi suatu simpul kalimat.

Menjadi bijak itu sudah milik semua orang, hanya mungkin beda cara memulainya. Ada yang langsung memulai ketika kejadian itu sedang berlangsung karena hari-hari kosongnya diisi dengan persiapan yang sengaja dimatangkan dengan mengamati lalu mau memahami segala hal terkecil sekali pun. Bahkan sekecil lalat buah yang terbang berputar-putar di sekitar hidung. Ada yang baru memulai ketika orang lain menyampaikan sesuatu. Ketika seseorang mencurahkan isi hatinya, rasa senangnya atau sedihnya, atau meski hanya sekedar cerita belaka. Bahkan ada yang baru menyadari setelah suatu kesimpulan disampaikan oleh orang lain.

Rangkaian kalimat motivasi yang baik biasanya esensinya untuk keseimbangan lingkungan.

Sang motivator bahkan kadang egois juga, ingin menyampaikan sesuatu lalu dikemasnya dalam rangkaian kata-kata yang dibuat bijak. Kalau itu berupa nasehat untuk orang lain, biasanya itu adalah hal yang ingin dia lakukan agar tertangkap oleh orang lain kebaikannya atau yang sangat ingin orang lain lakukan untuk dirinya.

Jika Anda merasa suka dengan kalimat-kalimat motivasi, sebenarnya itu adalah cerminan diri Anda yang mungkin baru Anda sadari ketika orang lain ‘menyimpulkannya’. Bukankah kalimat motivasi itu sebenarnya hanya kesimpulan suatu peristiwa?

Anda sebenarnya adalah motivator diri Anda sendiri. Bedanya, Anda tak mengungkapkan sebelum orang lain mengungkapkan. Seandainya Anda mengungkapkan lebih dulu, maka Anda adalah motivator bagi yang lain.

Begitu banyak peristiwa kecil yang bisa kita pelajari dalam setiap detik helaan nafas kita. Dari suara yang terdengar telinga kita, dari pandangan mata kita, dari rabaan tangan kita, dari sesuatu yang mengenai kaki kita hingga dari rasa yang tertangkap lidah kita lalu suara yang kita keluarkan sendiri. Semua itu bisa menghasilkan suatu pola dalam pemikiran kita. Tak perduli itu pola bagus atau pola jelek, itu pola umum atau pola special. Yang bisa menjadikan itu terangkai dalam kalimat padat adalah kemampuan kita dalam mengungkapkannya untuk mau jujur kembali ke orbit nurani. Bahasa kalbu senantiasa jujur dan tak pernah mengeluh.

Setiap kalbu manusia, seperti inti atom, terdapat lintasan orbit yang bisa melebar atau mengecil. Perjalanan pemikiran kadang menyinggung garis batasnya, atau bahkan menyimpang keluar. Ada tali yang tetap mengikat rodanya agar perjalanannya meskipun menyimpang, tetap berputar mengelilingi kalbu. Dan tali itu bisa tertarik kembali sehingga arah rodanya kembali masuk dalam orbit. Tali itu lentur namun kuat. Kadang meski pentalan perjalanannya begitu dahsyat jauh keluar orbit, jika elastisitasnya masih bagus kondisinya, maka akan segera menarik kembali ke orbit meski setelah menimpuk kalbu terlebih dulu. Namun jika elastisitasnya sudah tidak bagus lagi, sudah molor tak karuan maka perlu ada gaya penarik lain yang diperlukan untuk menempatkan rodanya pada orbit. Biasanya ini tak sampai menyentuh kalbu. Kecuali jika seseorang mengembalikannya dengan cara melemparkan ke orbit sampai mengenai kalbunya.

Jadi, apakah Anda masih perlu motivator? Itulah Anda yang sebenarnya.

AJ. Boesra

1 Juni 2011 07.53 wib


Senin, 23 Mei 2011

PETA DINDING


Guru PMP itu masih membenci saya. Untungnya saya tak pernah ambil pusing karena saya punya banyak tenaga untuk melakukan banyak hal, termasuk di hokum tanpa sebab. Pernah saya dihukum membuat peta dunia di dinding lorong masuk sekolah hanya gara-gara melempar surat kecil, pantasnya sih hanya sekedar pesan, ke teman. Waktu itu saya melihat dia tak serius menyuruh. Tetapi saya menantang diri sendiri akan membuatnya hanya untuk menghentikan ulahnya yang terus mencari kelemahan saya.

Sampai di rumah saya baru sadar kalau pekerjaan itu sangat besar. Saya kembali ke sekolah sore harinya dan memandangi dinding kosong itu. “ Di sini,”  pikir saya.
Saya mengukur dan mengamati dinding itu lama-lama.

 “Bagaimana saya memulainya?” Saya tak habis pikir, mengapa hati saya begitu keras melebihi dinding tembok ini, hanya untuk menaklukkan emosi guru SMP itu. Padahal kalau saya biarkan saja omongannya, dia toh juga akan diam, paling-paling menyeringai puas sudah memarahi saya, dan pasti Kepala Sekolah akan membela saya lagi.

Di rumah saya banyak tanya kepada kakak. Kelihatannya dia kaget dengan niat saya membuat peta di dinding. Tapi saya tahu dia pasti akan membantu saya, paling tidak mencari ide jalan keluarnya.

“Peta itu dibuat dari semen saja!” katanya sambil membawa peta dunia.

“Kau tahu cara membuat peta?” tanyanya sambil menyerahkan peta di meja. Saya menggeleng. Lalu membuka peta itu. Haaa…?? Besar sekali.

“Kau buat dulu skala dengan menggaris-garis di peta ini. Ukurannya harus sama tak terlewat semili pun. Lalu nanti kau lakukan seperti itu di dinding tembok. Ukurannya kamu kalikan terserah maumu…” Kakak saya ini memang pintar.

Esok harinya seusai sekolah, saya tak pulang. Menunggu sekolah sepi tanpa orang. Saya meminjam tangga bambu yang lebar seperti ‘bangku panjang’ tetapi tinggi. Biasanya itu digunakan untuk ‘melabur’ tembok oleh para tukang. Itu milik Pak Kebun. Saya mulai mengukur dengan penggaris kayu yang panjangnya semeter. Betuk sikunya benar-benar saya perhatikan. Dari peta, saya membuat skala satu banding lima.

Begitu  asyiknya, saya tak memperhatikan ada guru Ekonomi yang memperhatikan saya dari bawah tangga yang saya duduki.

“ Kau jadi mau membuat peta?” Saya tersentak kaget.

“ Tentu saja.”

Dia berlalu masuk ke halaman dalam sekolah. Beberapa saat dia mucul lagi mendekati tempat saya. Lalu dia ikut naik dan duduk di sebelah saya. Dengan penggaris yang lain dia ikut membuat skala peta. Saya tertawa. Guru itu namanya Pak Mashuri. Kumisnya lebat dan kulitnya hitam.

Sambil menggambar peta di tembok, saya mengenal nama-nama Negara dan kota besar. Pak Mashuri banyak cerita. Ketika sampai pada teluk Persia, saya berhenti sejenak. “Inikah teluk yang diperebutkan Amerika dan Sovyet saat ini?”, tanya saya.
.
Saat itu perang dunia tak ada hentinya. Judulnya ‘Krisis Teluk’. Setiap kali ‘Dunia Dalam Berita’, selalu ada berita perang. Peluru kendali berseliweran, tampak jelas di layar kaca. Meski tak tahu sebab perang itu terjadi, saya jadi bisa mengenal dan tahu letaknya di peta.

Proses menggambar dengan pensil sudah selesai. Saya mengerjakan selama dua hari. Lalu tiba saatnya untuk mencukil dindingnya setebal setengah centimeter. Kakak saya banyak membantu mengajari triknya meski cuma sehari saja.

Setiap pagi saya melintasi projek itu. Teman-teman masih belum tahu kalau dinding lorong sekolah itu bercukil-cukil. Mereka kira itu sedang diperbaiki. Saya mengerjakannya setiap sepulang sekolah ketika sudah sepi benar. Ketika sampai tahap menempelkan adonan semen ke tembok, kakak mengingatkan bahwa ketebalan semennya di sesuaikan dengan ketinggian dataran di peta. Itu ditandai dengan warna. Semuanya serba menggunakan skala dan kode.

Menunggu semen kering lama sekali. Hampir seminggu. Ini hari Sabtu, sebentar lagi tahap mewarnai dengan cat. Pada tahap ini beberapa teman mulai menyadari ada gambar di tembok. Tepat hari kesepuluh saya mulai mencat peta. Kakak saya banyak membantu. Tahap ini yang paling saya suka, bermain dengan warna cat. Sampai akhirnya selesai juga peta itu.

Saya lupa bagaimana raut wajah Wakil Kepala Sekolah waktu itu. Kepala Sekolah tersenyum saja karena dia memang mengikuti jalannya pekerjaan saya hampir setiap hari meski tak menunggui. Rumahnya di samping tembok yang saya gambari peta, dalam satu halaman sekolah.

Setelah dua puluh tujuh tahun, anak saya ingin melihat sekolah itu. Saya menyuruhnya turun dari mobil melihat sendiri masuk sampai ke halaman dalam sekolah.

“ Ibuu…..gambar petanya masih ada!” Anak saya berdiri di luar pintu kanan depan mobil. Saya turun dan menggamit tangannya untuk menyeberangi jalan. Sambil berjalan memasuki halaman luar sekolah, saya banyak tersenyum. Seandainya itu saya rasakan sekarang ini, pasti guru PMP itu sudah saya cuci seperti mencuci handuk. Untung saya waktu itu masih belum terpapar polusi preman. Tak ada perayaan untuk meresmikan gambar peta itu. Semua berjalan dengan apa adanya seperti ada lukisan baru datang. Teman-teman saling berdesakan untuk melihat peta itu.

“Melihat apa sih?” tanya saya pada Yuyuk.

“Peta! Hari Sabtu kemarin kan belum ada. Eh..tiba-tiba sekarang ada gambar di tembok lorong”, katanya di depan teman-teman perempuan saya, pagi-pagi sebelum upacara hari Senin dimulai.

Saya melongo. Mungkin mereka pikir saya tertegun seperti melihat sulapan. Padahal saya tertegun karena rupanya selama saya mengerjakan, teman-teman tidak ada yang memperhatikan.


AJ. Boesra

Senin, 23 Mei 2011 06.17 wib