Jumat, 20 Mei 2011

'SMP' Saya.....

MEMBUAT PANTUN

Waktu saya SMP, saya pernah menulis cerita bersambung untuk majalah dinding sekolah. Seminggu sebelumnya saya mengeluarkan cerita pendek, masih ingat judulnya “Semalam Yang Terindah”. Saya selalu tersenyum kalau membaca judul itu sekarang karena konotasinya berbeda dengan ketika saya masih SMP dulu.

Tulisan saya di majalah dinding panjang sekali. Ceritanya memang panjang, makanya dibuat bersambung terbit tiap minggu. Saya menggunakan nama samaran ‘Janish Marisco Steve’, nama tokoh di cerita saya juga. Sampai sekarang teman-teman tidak ada yang tahu kalau itu tulisan saya. Guru pembimbingnya cantik. Dia guru bahasa Indonesia. Kalau berbicara titik artikulasinya tepat. Dan vokalnya kuat sekali. Tata bahasanya bagus sekali. Ada sub pelajaran khusus dalam pelajaran bahasa Indonesia yang membuat saya senang, KESUSASTERAAN. Guru menyebutnya begitu.

Mungkin karena dia cantik dan matanya selalu berbinar, maka cara mengajarkannya membuat saya bergairah. Aura saya tertangkap oleh Bu Yani. Saya menyukai pelajaran ini, meski matematika juga jago, pembukuan dan bahasa Inggris saya selalu seratus. Biologi saya juga suka tapi saya pernah mendapat angka 4 di raport ketika kelas dua. Itu sebabnya, saya tak kaget juga ketika anak saya mendapat nilai 12 di raportnya untuk pelajaran GK (general knowledge) ketika kelas 5 SD. Dia baru pindah tiga bulan sebelumnya dan itu sekolah yang gurunya bule semua. Teman sekelasnya hanya tiga orang, satu dari UK, satu dari Philipine dan satunya lagi dari Jepang.

Bu Yani mengajarkan majas, prosa dan puisi. Tulisannya di papan tulis sangat indah. Pembacaan puisinya begitu memesona murid. Dan semua tak ada yang malu kalau disuruh ke depan kelas melantunkan puisi. Pernah ketika mendapat tugas membuat pantun, otak saya lagi buntu. Saya tak tahu harus membuat kalimat pantun yang ‘aaaa’. Lalu saya teringat pelajaran qasidah di tempat saya mengaji. Lagunya berpantun. Jenis pantunnya ‘aaaa’. Ah..pasti bu Yani tak pernah tahu lagu ini. Saya menuliskan untuk tugas membuat pantun. Satu bait saja.

“Indung-indung kepala lindung
Hujan di udik di sini mendung
Anak siapa pakai kerudung
Mata melirik kaki kesandung”

Selesai.

Apa yang saya dapat? Setelah dikoreksi semalaman, dan buku dibagikan kembali ke saya, nilainya nol besar. Ada tulisan bu Yani yang indah dengan tinta merah melanjutkan bait pantun berikutnya di bawah pantun tulisan saya.

“Aduh aduh Siti Aisyah
Mandi di kali rambutnya basah
Tidak sembahyang tidak puasa
Di dalam kubur mendapat siksa”

Dan itu kelanjutan lagunya. Saya nyengir dan terpaku membacanya. Bu Yani diam saja melihat saya.

Mungkin hanya Bu Yani yang tahu kalau cerita pendek dan cerita bersambung itu tulisan saya. Tapi saya juga tak diperlakukan istimewa. Hanya satu kali saya ditunjuk untuk membaca naskah surat Ibu Kartini dari bukunya ‘Habis Gelap terbitlah Terang’ saat upacara peringatan ‘Hari Kartini’. Saya memakai kebaya waktu itu.

AJ. Boesra


Jumat, 20 Mei 2011 13.05 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar